“Ilmu itu merupakan tempat
persemaian tiap kemuliaan, olehnya taburkanlah kemuliaan itu dan engkau harus
amat berhati-hati jikapun tempat persemaian itu tak melahirkan suatu kebanggaan
...”
“Dan ketahuilah, bahwa ilmu tak
akan didapat dari seseorang yang cita-cita hidupnya hanya tertuju pada makanan
dan pakaian...”
Imam Syafi’i
Imam
sya’fii menceritakan, bahwa beliau sudah menghafal al-qur’an saat berusia 7 tahun,
dan menghafal kitab al-muttawatha karya imam malik pada umur 10 tahun,
keinginan imam syafii dalam ilmu agama sangatlah masyhur dan mendapat pengakuan
yang luas, pada saat usia beliau 18 tahun beliau sudah diminta oleh para ulama
agar bisa memberikan sumbangsih fatwa. Yang berarti sebagai pengakuan atas statusnya
sebagai seorang mujtahid, bahkan imam Ahmad bin hambal menyatakan bahwa Imam
ay-syafii adalah orang yang sangat memahami al-qur’an dan sunnah Rasulullah,
beliau tidak pernah merasa jenuh untuk mencari dan mengumpulkan hadist. Hingga Imam
ahmad berujar “ tiada seorang pun yang memegang pena dan tinta kecuali dia
berfigur kepada imam as-syafii”
Seperti
hal nya sang Imam Syafii lah seharusnya kita bercermin, mencuatkah ghirah pada
ilmu dan kecintaannya yang mendalam menusuk puncak cita-cita, tiada memisahkan
antara ilmu dan amalan, tiada juga mereduksi ilmu hanya pada selembar gelar
yang hanya bermuara pada urusan hasrat dan nasfu semu dunia.
Islam
adalah agama yang sangat menjunjung tinggi tradisi ilmu dan begitu menghargai
ilmu, suatu saat Sayyidina Ali didatangi beberapa orang yang menanyakan manakah
yang lebih utama ketimbang Ilmu dan harta?, Sahabat Rasul itu pun menjawab, “lebih
mulia ilmu, ilmu akan menjagamu, sedangkan harta, kamu yang harus menjaganya,
ilmu ketika kamu berikan maka ia akan bertambah, sedangkan harta, akan
berkurang, ilmu adalah warisan para nabi, harta warisan Firaun dan Qarun, ilmu
menjadikan dirimu bersatu, dan harta bisa menjadikan dirimu terpecah belah dan
seterusnya..
Kecintaan
kita kepada Ilmu seharusnya menjadi selaras dengan apa yang kita imani, jiwa
yang terus merasa muda dan haus untuk mencari tentang hakikat ilmu, ilmu yang
bersandar dari kebenaran.
Tiada
satupun peradaban didunia ini yang tidak berdiri atas ilmu, ilmu menjadi
pondasi dan pijakan pertama untuk sebuah peradaban yang kokoh, tanpa kecuali
peradaban Islam, Rasulullah saw, adalah role model yang memberikan andil
terbesar dan tradisi peradaban Islam, sang Rasul yang menjadi pujaan seluruh
ummat Islam telah membuat dan berhasil mempengaruhi para sahabat nya menjadi
manusia-manusia yang “gila” akan ilmu.
Tradisi
ilmu yang didorong oleh nilai-nilai alqur’an telah berhasil mendaur ulang
bahkan merombak pemikiran-pemikiran para sahabat yang jahil, memberikan
pencerahan dan jalan terang bagi para sahabat, sehingga pengetahuan dan akhlak
yang mulia termanifestasi dalam tiap lisan dan gerakan. Mereka yang semula
adalah generasi-generasi arab jahiliyah yang sama sekali tak diperhitungkan
dalam pergolakan dunia, berhasil menjadi para pemimpin kelas dunia yang amat
disegani di sejagat dunia pada masa itu.
Menurut
Prof. Syed Al-attas, Dalam membangun peradaban Islam, mau tidak mau harus
dilakukan melalui proses pendidikan yang disebutnya sebagai “ta’dib” tujuan
utamanya adalah membentuk manusia yang beradab, manusia yang memiliki adab,
adab adalah disiplin rohani, akil, dan jasmani yang memungkinkan seseorang dan
masyarakat mengenal dan meletakan segala sesuatu pada tempatnya, secara benar dan
wajar. Sehingga menimbulkan keharmonisan dan keadilan dalam diri, masyarakat
juga lingkungannya. Kemudian selanjutnya hasil dari adab ialah mengenal Allah
swt dan “meletakkan-Nya” ditempat-Nya dan wajar dalam melakukan ibadah dan amal
shaleh pada tahap Ihsan. Sehingga inilah yang mampu menepis tujuan
materialistis dari ilmu yang meletakan ilmu pada posisi yang sebenarnya. Karena
tujuan ilmu yang tertinggi adalah mengenal Allah swt.
Karena
puncak dari orang-orang yang berilmu secara benar adalah menemukan bahwa “tiada
Tuhan selain Allah” ketika ia tulus dan penuh keiklasan akan ilmunya tentu
tiada rasa dengki dan memutus semua rasa kecongkakan dan kesombongan dalam
hatinya, yang berakhir pada penerimaan kebenaran hanya dari Allah secara
mutlak, dan melakoni ibadah secara benar sebagai ungkapan rasa syukur kepada
Nya.
Maka
ketika kita berazam menjadi insan yang mencapai taraf ihsan, maka memulai nya
adalah dengan memiliki ilmu, konsep ilmu yang diaplikatifkan dalam adab yang
benar, akan menggiring masyarakat pada peradaban yang maju pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar