Rabu, 02 Maret 2016

Ilmu dan Peradaban

“Ilmu itu merupakan tempat persemaian tiap kemuliaan, olehnya taburkanlah kemuliaan itu dan engkau harus amat berhati-hati jikapun tempat persemaian itu tak melahirkan suatu kebanggaan ...”
“Dan ketahuilah, bahwa ilmu tak akan didapat dari seseorang yang cita-cita hidupnya hanya tertuju pada makanan dan pakaian...”
Imam Syafi’i

Imam sya’fii menceritakan, bahwa beliau sudah menghafal al-qur’an saat berusia 7 tahun, dan menghafal kitab al-muttawatha karya imam malik pada umur 10 tahun, keinginan imam syafii dalam ilmu agama sangatlah masyhur dan mendapat pengakuan yang luas, pada saat usia beliau 18 tahun beliau sudah diminta oleh para ulama agar bisa memberikan sumbangsih fatwa. Yang berarti sebagai pengakuan atas statusnya sebagai seorang mujtahid, bahkan imam Ahmad bin hambal menyatakan bahwa Imam ay-syafii adalah orang yang sangat memahami al-qur’an dan sunnah Rasulullah, beliau tidak pernah merasa jenuh untuk mencari dan mengumpulkan hadist. Hingga Imam ahmad berujar “ tiada seorang pun yang memegang pena dan tinta kecuali dia berfigur kepada imam as-syafii”

Seperti hal nya sang Imam Syafii lah seharusnya kita bercermin, mencuatkah ghirah pada ilmu dan kecintaannya yang mendalam menusuk puncak cita-cita, tiada memisahkan antara ilmu dan amalan, tiada juga mereduksi ilmu hanya pada selembar gelar yang hanya bermuara pada urusan hasrat dan nasfu semu dunia.

Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi tradisi ilmu dan begitu menghargai ilmu, suatu saat Sayyidina Ali didatangi beberapa orang yang menanyakan manakah yang lebih utama ketimbang Ilmu dan harta?, Sahabat Rasul itu pun menjawab, “lebih mulia ilmu, ilmu akan menjagamu, sedangkan harta, kamu yang harus menjaganya, ilmu ketika kamu berikan maka ia akan bertambah, sedangkan harta, akan berkurang, ilmu adalah warisan para nabi, harta warisan Firaun dan Qarun, ilmu menjadikan dirimu bersatu, dan harta bisa menjadikan dirimu terpecah belah dan seterusnya..

Kecintaan kita kepada Ilmu seharusnya menjadi selaras dengan apa yang kita imani, jiwa yang terus merasa muda dan haus untuk mencari tentang hakikat ilmu, ilmu yang bersandar dari kebenaran.

Tiada satupun peradaban didunia ini yang tidak berdiri atas ilmu, ilmu menjadi pondasi dan pijakan pertama untuk sebuah peradaban yang kokoh, tanpa kecuali peradaban Islam, Rasulullah saw, adalah role model yang memberikan andil terbesar dan tradisi peradaban Islam, sang Rasul yang menjadi pujaan seluruh ummat Islam telah membuat dan berhasil mempengaruhi para sahabat nya menjadi manusia-manusia yang “gila” akan ilmu.

Tradisi ilmu yang didorong oleh nilai-nilai alqur’an telah berhasil mendaur ulang bahkan merombak pemikiran-pemikiran para sahabat yang jahil, memberikan pencerahan dan jalan terang bagi para sahabat, sehingga pengetahuan dan akhlak yang mulia termanifestasi dalam tiap lisan dan gerakan. Mereka yang semula adalah generasi-generasi arab jahiliyah yang sama sekali tak diperhitungkan dalam pergolakan dunia, berhasil menjadi para pemimpin kelas dunia yang amat disegani di sejagat dunia pada masa itu.

Menurut Prof. Syed Al-attas, Dalam membangun peradaban Islam, mau tidak mau harus dilakukan melalui proses pendidikan yang disebutnya sebagai “ta’dib” tujuan utamanya adalah membentuk manusia yang beradab, manusia yang memiliki adab, adab adalah disiplin rohani, akil, dan jasmani yang memungkinkan seseorang dan masyarakat mengenal dan meletakan segala sesuatu pada tempatnya, secara benar dan wajar. Sehingga menimbulkan keharmonisan dan keadilan dalam diri, masyarakat juga lingkungannya. Kemudian selanjutnya hasil dari adab ialah mengenal Allah swt dan “meletakkan-Nya” ditempat-Nya dan wajar dalam melakukan ibadah dan amal shaleh pada tahap Ihsan. Sehingga inilah yang mampu menepis tujuan materialistis dari ilmu yang meletakan ilmu pada posisi yang sebenarnya. Karena tujuan ilmu yang tertinggi adalah mengenal Allah swt.

Karena puncak dari orang-orang yang berilmu secara benar adalah menemukan bahwa “tiada Tuhan selain Allah” ketika ia tulus dan penuh keiklasan akan ilmunya tentu tiada rasa dengki dan memutus semua rasa kecongkakan dan kesombongan dalam hatinya, yang berakhir pada penerimaan kebenaran hanya dari Allah secara mutlak, dan melakoni ibadah secara benar sebagai ungkapan rasa syukur kepada Nya.


Maka ketika kita berazam menjadi insan yang mencapai taraf ihsan, maka memulai nya adalah dengan memiliki ilmu, konsep ilmu yang diaplikatifkan dalam adab yang benar, akan menggiring masyarakat pada peradaban yang maju pula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar