Pengertian
stress
Stres
dalam arti secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang. Dalam bahasa sehari – hari stres di kenal
sebagai stimulus atau respon yang
menuntut individu untuk melakukan penyesuaian.
Menurut Lazarus &
Folkman (1986) stres adalah keadaan
internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial
yang dinilai potensial membahayakan,
tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan
tertekan, baik secara fisik maupun
psikologis ( Chapplin, 1999). Stres juga diterangkan sebagai suatu
istilah yang digunakan dalam ilmu
perilaku dan ilmu alam untuk mengindikasikan situasi atau kondisi fisik, biologis dan psikologis
organisme yang memberikan tekanan kepada
organisme itu sehingga ia berada diatas ambang batas kekuatan
adaptifnya. (McGrath, dan Wedford dalam
Arend dkk, 1997)
Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stress juga
dapat diartikan sebagai:
a. Stimulus, yaitu stress
merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stress atau disebut
juga dengan stressor.
b. Respon, yaitu stress merupakan
suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu
yang menimbulkan stress. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti:
takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.
c.
Proses, yaitu stress
digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi
dampak stress melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Jadi,
stress dapat mempengaruhi fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi, stress dapat
mempunyai dua efek yang berbeda, bisa negatif ataupun positit, tergantung
bagaimana kuatnya individu tersebut menghadapi stress atau bagaimana individu
tersebut mempersepsikan stress yang sedang dihadapinya.
Faktor-faktor
yang menimbulkan stress
1. Kepribadian
a.
Intovert dan Ektrovert
Ciri-ciri kepribadian ekstrovert dan
introvert secara umum adalah ambivalen (bertentangan). Pada tahun 1962 Isabel
Myers meringkas buku tipe psikologi Jung dan bersama ibunya Katharyn Briggs
membuat alat tes Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) yang bertujuan untuk
membuat sebuah psikotes, yang dapat menggolongkan manusia sesuai dengan teori
Jung, sekaligus merumuskan teori Jung untuk penggunaan praktis (dalam Ambarita,
2004).
Berdasarkan MBTI (dalam Kevin, 1993) dapat
diuraikan ciri-ciri tipe kepribadian Jung tipe Kepribadian Ekstrovert dan
Introvert. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
Ciri Kepribadaian
Ekstrovert :
·
Senang berbicara
·
Mudah menjalin hubungan dengan
orang lain
·
Mudah mengekspresikan perasaan
·
Senang menceritakan pengalaman
kepada orang lain
·
Senang melakukan pembicaraan
dengan orang lain
·
Aktif dan enerjik
·
Lebih banyak berbicara daripada
mendengar
·
Mudah untuk mengekspresikan
pendapat tentang suatu hal
·
Senang memberi pendapat secara
aktif dari pada hanya memikirkan saja
Ciri Kepribadian
Introvert :
·
Senang berdiam diri
·
Lebih senang berpikir
·
Suka menarik diri
·
Berhenti sejenak jika sedang
merasa ragu-ragu
·
Suka mengekpresikan dengan cara
lain jika ingin mendeskripsikan sesuatu
·
Sering menahan rasa senang,
sedih di dalam hati
·
Menyatakan diri secara
perlahan-lahan
·
Lebih memilih menahan ide
didalam pikiran sendiri
·
Sering menahan emosi
b.
Fleksibel
Tipe
orang yang feksibel adalah mereka yang selalu tepat mengkondisikan diri, dimana
mereka ada, mudah menyesuaikan diri, luwes, dan tidak kaku. Mudah bergaul
dengan lingkungan tetapi tetap memiliki idealisme.
c.
over activity/agresif
pribadi
yang over activity adalah mereka yang terlalu agresif dalam menuangkan segala
suasana hati, bahkan sampai berlebihan dalam menghadapi kondisi lingkup sosial.
2. Kecakapan
Pribadi yang sehat tentu memiliki kecakapan dalam menyesuaikan
diri, tidak hanya sekedar itu ia memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan
sehat, berkualitas, dan tidak kaku dalam segala kondisi. Penyesuaian diri yang
baik serta mampu beradaptasi dengan lingungan secara cepat.
3. Nilai dan kebutuhan:
3. Nilai dan kebutuhan:
a.
Sosialisasi ; bagaimana manusia
atau pribadi bersosialisasi dan beriteraksi dengan masalah sebagai sesuatu
kebutuhan sebagai mahluk sosial yang membutuhkan orang lain, dalam
menyelesaikan masalah, gotong royong dan sebagainya.
b.
Adaptasi : manusia tentu harus
beradaptasi dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan atau agar ia bisa
diterima dalam lingkungan kemasyarakatan.
c.
internalisasi
4. Reaksi stress : flight or fight
4. Reaksi stress : flight or fight
Reaksi terhadap stress seringkali diungkapkan dengan
berbagai bentuk perilaku, atau bagaimana manusia tersebut menyikapi stress,
tentulah sebagai pribadi yang sehat, akan menyikapinya dengan menghadapi dan
berusaha menyelesaikannya, bukan sebagai looser, yang ia menghindar dan
menjauhinya yang justru dimasa yang akan datang bisa muncul kembali masalah
yang sama.
5. Teknik penenangan pikiran ;
a.
meditasi,
b.
autogenik,
c.
neuromuskular
Penyebab
Stres atau Stressor
Stressor
adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respon stres. Stressor dapat
berasal dari berbagai sumber, baik dari
kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi
kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial,
dan lingkungan luar lainnya. Istilah stressor diperkenalkan pertama kali oleh
Selye (dalam Rice, 2002). Menurut Lazarus &
Folkman (1986) stressor dapat berwujud atau berbentuk fisik (seperti
polusi udara) dan dapat juga berkaitan
dengan lingkungan sosial (seperti interaksi
sosial). Pikiran dan perasaan individu sendiri yang dianggap sebagai
suatu ancaman baik yang nyata maupun
imajinasi dapat juga menjadi stressor.
Menurut Lazarus & Cohen (1977), tiga tipe
kejadian yang dapat menyebabkan stres
yaitu:
a. Daily hassles yaitu kejadian
kecil yang terjadi berulang-ulang setiap hari
seperti masalah kerja di kantor, sekolah dan sebagainya.
b. Personal stressor yaitu ancaman
atau gangguan yang lebih kuat atau
kehilangan besar terhadap sesuatu yang terjadi pada level individual
seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan
pekerjaan, masalah keuangan dan masalah
pribadi lainnya.
Ditambahkan Freese Gibson (dalam
Rachmaningrum, 1999) umur adalah salah
satu faktor penting yang menjadi penyebab stres, semakin bertambah
umur seseorang, semakin mudah mengalami
stres. Hal ini antara lain disebabkan oleh
faktor fisiologis yang telah mengalami kemunduran dalam berbagai
kemampuan seperti kemampuan visual,
berpikir, mengingat dan mendengar.
Pengalaman kerja juga mempengaruhi
munculnya stres kerja. Individu yang
memiliki pengalaman kerja lebih lama, cenderung lebih rentan terhadap
tekanantekanan dalam pekerjaan, daripada individu dengan sedikit pengalaman
(Koch & Dipboye, dalam
Rachmaningrum,1999). Selanjutnya masih ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres,
yaitu kondisi fisik, ada tidaknya dukungan sosial, harga diri, gaya hidup dan
juga tipe kepribadian tertentu (Dipboye,
Gibsin, Riggio dalam Rachmaningrum, 1999)
Pengalaman Penulis terkait
stress negatif:
Banyak hal dalam kehidupan ini yang
berliku dan menimbulkan kecemasan dalam tapaki hari, yah tapi itulah sebagai
siklus kehidupan kita.. memiliki banyak masalah dan ancaman, adalah sesuatu
yang wajar, ketika salah mengambil keputusan, salah mempersepsi fakta dan tak
pandai memecahkan masalah, sehingga hal itu merumitkan dan kita merasa berputus
asa, jujur saya pun sering mengalami hal demikian, pernah ketika saya mengalami
masalah ketika menjelang ujian akhir sekolah, kepanikan yang luar biasa
menghinggapi diri hingga tak nafsu makan, sebenarnya ketika ditelisik terkait
kesiapan diri menghadapi ujian, saya sudah siap belajar pun, sudah optimal dan
sesanggupnya .. namun karena didepan mata saya, memiliki serasa memiliki
ancaman, ketakutan, kecemasan akan ketidaklulusan dalam menghadapi ujian akhir
sekolah, hingga mengakibatkan saya sakit keras tiga hari menjelang ujian akhir,
efek strees yang berlebihan, dan menjadi beban psikis.. yang pada akhirnya
ketika ujian tiba, mengganggu konstrasi saya dalam mengerjakan soal ujian,
meskipun pada akhir pengumuman lulus ujian, saya dapatkan nilai optimal dan
saya mendapat peringat dua, nilai terbaik satu angkatab, pada saat itu,
alhamdulillah J
Pengalaman penulis terkait
stress positif
Dalam menjalankan aktivitas
sehari-haripun, sering kita jumpai masalah kecil ataupun besar, namun semua
tergantung dari bagaimana kita menyikapinya bukan? Pengalamn saya terkait stress
yang menghasilkan perilaku positif adalah ketika saya sudah kuliah, jujur saja,
ketika awal-awal semster saya stress berat, tidak hanya masalah mata kuliah,
tapi lingkungan sosial dimana saya berinteraksi, tahun pertama saya memasuki
dunia kuliah, saya takut tak miliki teman, tak banyak yang membatu saya dalam
memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas, dan berbagai macam pikiran negatif
lainnya. Hingga pada akhirnya saya sering merenung dan saya berfikir saya harus
bangkit dan tidak banyak berfikir negatif, saya yang awalnya gadis pendiam,
tiba –tiba jadi banyak omong dan cerewat ^_^, memupuk diri dengan rasa berani
dan percaya diri, bahwa saya akan diterima dalam lingkungan sosial saya, serta
saya percaya diri secara akademik pun saya pintar (sangat percaya diri nii
kayaknya hehhehee) tapi, inilah proses akibat saya stress dengan takut dan
cemas, saya memberanikan diri untuk menjaddi pribadi yang diterima oleh
kawan-kawan saya, dan akhirnya saya tak canggung lagi dan saya miliki banyak
teman, alhamdulillah ^_^
sumber penulisan teori :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar