Jumat, 25 September 2015

Bersikap adil terhadap SSA (same sex atraction)

Isu LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) sedang sering dibahas akhir-akhir ini. Kehebohan dimulai dengan berlangsungnya resepsi pernikahan sesama jenis di Bali pada 17 September 2015 lalu. Hampir semua media sosial mengupload photo dan saling me-reshare berita tentang itu, dunia maya seolah ramai dan disibukan dengan banyak hujatan, cacian, bahkan dukungan pro dan konta, bertabrakan satu sama lain. 

Tentu dalam kajian beberapa kalangan masalah LGBT akan terus menjadi pro dan kontra tergantung cara pandang kita, kita memakai worldview apa dalam melihat fenomena LGBT ini, sebagai seorang muslim tentu hal ini menjadi haram mutlak, dan ketika memberi dukungan boleh dipertanyakan seberapa benar keimanan kita? Sudah lurus kah?

Mungkin kajian dan bahasan terkait LGBT sudah cukup banyak, namun bagaimana cara menyikapi seseorang yang terkena penyakit LGBT ini? Sebelumnya, kita harus benar-benar mengerti apa LGBT ini. Untuk seseorang yang mengkampanyekan pemikiran LGBT yang dipengaruhi sekali oleh arus feminis dan HAM tentu kita harus bersikap amat keras, justru harus berlawanan, dan menyatakan perang pemikiran. Jangan sampai virus ini menyebar ke orang-orang awam yang sebelumnya tak memahami bagaimana hukumnya, namun bagaimana bersikap dengan seseorang yang sudah terlanjur terkena LGBT ini?

Tentu sikap kita harus sedikit lunak, bahkan kita harus mencoba merangkulnya agar kembali pada jalan yang benar, jalan yang lurus, jalan keimanan yang telah Allah garis kan..

Setiap insan pasti memiliki orientasi seksual, orientasi seksual adalah keinginan mendasar dari individu untuk memenuhi kebutuhan akan cinta, akan berhubungan dengan kedekatan, kelekatan serta rasa intim, dan kian berkembang hingga ada ikatan diantara dua insan sebagai fitrah yang Allah berikan, (Gharizah Na’u).

Orientasi seksual sebenarnya tidak hanya sekedar ketertarikan seks secara jasmani namun juga menjangkau hubungan batin, hanya saja didalam masyarakat, hal ini terjadi penyempitan makna sehingga ketika mendengar orientasi seksual, maka ia yang berarti ketertarikan secara biologis.

Same sex atraction, ketertarikan sesama jenis sebenarnya adalah sebuah penyakit, penyakit yang menggangu keadaan jiwa seseorang, akan tetapi ketika kaum LGBT ini sudah mengedepankan hawa nafsu, maka segudang alasan dan penelitian yang tidak terbukti kebenarannya hingga sekarang menjadi tameng, sebagian mereka menganggap ini adalah karena faktor genetik, atau faktor bawaan maupun alasan lain.

Kita harus tahu, LGBT berbeda dengan same sex atraction. LGBT sudah menjadi identitas dan ada pengakuan dari individu tersebut, seperti “ya saya menyukai sesama jenis, dan saya seorang gay” akan berbeda dengan orang yang orientasi seksualnya SSA (same sex atraction). Karena, individu yang SSA belum tentu ia seorang LGBT. Ia pun tak ingin dirinya menjadi seorang LGBT. Ada penolakan dan kesadaran bahwa apa yang ada pada dirinya adalah sebuah penyakit, dan ia menyanggah secara sadar bahwa ia tak normal. Akan tetapi, seseorang yang LGBT sudah pasti SSA.

Ketika berhadapan dengan seorang yang memiliki SSA, haruslah menggunakan pendekatan personal, menyadarkan dengan hati dan berhati-hati berbeda dengan seseorang yang sudah benar-benar LGBT.

Orang-orang yang SSA adalah orang-orang yang perlu kita rangkul, yang perlu kita ajak dan ayomi, melindungi dan bersahabat dengan mereka, mengajak mereka agar kembali sesuai fitrahnya. Kadang sikap kita yang keliru kepada mereka adalah diskriminasi yang tak berkesudahan, menjauhi bahkan ada yang merasa jijik.

Mungkin bagi kalangan awam ketika belum terbiasa melihat dunia mereka secara dekat akan muntah dan ilfeel bahkan hilang selera makan, akan tetapi perlu kita pahami betul bahwa mereka sedang sakit, mereka sedang tidak sehat dan amat butuh bantuan, maka padanglah dengan rasa iba dan tumbuhkan sikap empati untuk mengulurkan tangan pertolongan dengan ikhlas, membawa mereka, menggandeng mereka menjadi sahabat bukan melaknat.

Seperti pada umumnya, mengobati memerlukan waktu bahkan tidak sedikit, berminggu bahkan bertahun, bisa jadi akan bertahun-tahun. Sakit fisik saja memerlukan waktu yang panjang bagaimana dengan penyakit kejiwaan, tentu akan menelan banyak kesabaran dan ikhiyar yang tiada berbilang. Oleh karena itu, mengobati sesorang yang SSA tidaklah mudah, perlu terapi yang berkelanjutan, karena jiwa yang sakit maka obatnya adalah dimulai dari hati, hati yang bersih dan nalar yang sehat dan pemahaman yang benar, hal ini lah yang perlu ditanamkan kepada mereka yang SSA.

Tugas dan PR kita bukan menjauhi tetapi mendekati, membuka ruang agar mereka bernafas dari penyakitnya, kita yang normal (hetero) maka bersyukurlah, karena dikaruniai jiwa yang sehat terhadap orientasi seksual kita.


Seseorang yang SSA juga manusia, sebagian dari mereka pun ingin sembuh maka sikap kita pun harus adil, tetap berbuat baik terus mengulurkan pertolongan, karena kita sesama manusia, maka perlu memanusiakan manusia… (jangan baca humanistik ya :D) Wallahua’lam bishawab..

Rabu, 16 September 2015

Ya Rabb, aku milik-Mu.. jangan kembalikan diriku kepadaku ...

Kau pernah merasa dihatimu berdebar keras, deburannya bahkan melebihi bunyi rel kereta yang berada hanya 10 centi dari depan wajahmu, menggemuruh parah dan kau merasa panik serasa nyawamu akan kandas saat itu juga.. bahkan hatimu lebih kacau balau seperti sambaran ombak tsunami yang dengan entengnya meluluhlantahkan tiap daratan dan tetumbuhan yang sedang bersemi hijau rindang..?

Atau lebih menggemparkan dari gempa yang membelah dua pulau menjadi bersebrangan amat jauh? Kau terkapar kerontang, kering dan sesak dalam bernafas.. kau seperti haus akan oksigen dan seperti membutuhkan ambulan segera..

Kau sendiri tak bisa menjamin bahwa hatimu juga memiliki kefuturan, kau juga tak pernah bisa menjamin bahwa iman mu akan terus meninggi tumbuh merona keangkasa, bahkan kau tak juga miliki jaminan bahwa keyakinan mu terus bersemi seperti di musim-musim yang indah seperti disurga...

Kau juga bisa kehilangan arah, saat kau tak memberi vitamin dan obat pada jiwa mu yang kering akan spiritulitas mendekat kepada Nya.. bahkan kau bisa kehilangan diri mu sendiri, kau benar-benar akan merasakan pahitnya patah hati, patah hati yang tak sekedar perasaan mu tak tersampaikan kepada seseorang, lebih rapuh dari seorang yang cintanya tak pernah dilihat meski memendamnya sudah bertahun,

disana.. saat kau telah kehilangan cinta yang sebenar-benarnya cinta... jelas kau akan segera merengek, meminta belas kasih, meminta ampun, atas kedurjanaan diri, atas kekhilafan diri yang tiada henti .. atas laku keji dan hinanya lisan dan gerak yang sering tak sejalan, kau amat menyesal..
pada akhirnya pengakuan diri bahwa kau memang lemah, kau seorang hamba yang memiliki tugas untuk menghamba, kepada yang telah menciptakan mu,

kau adalah seorang hamba, yang hatinya harus selalu kuat, mengisi iman sebagai amunisi meningkatkan nya ketaqwaan, kau adalah seorang hamba, yang mata dan hati tak elok nya berpihak pada dunia juga seisinya, bahkan kau harus mampu kendalikan cinta pada sesama, agar cinta pada Rabb mu tak dapat disangga dari yang memang selain Nya..

berjanjilah bahwa kau tak akan patah hati lagi, berjanjilah bahwa kau memiliki hati yang amat kuat, berjanjilah bahwa kau tak akan merasa gersang rapuh hanya karena kau akan kehilangan dan melepaskan..

karena bagi Nya, selalu ada ganjaran bagi yang ia bersabar atas kefanaan dunia ini yang bahkan tak lebih berharga dari seoongok sayap nyamuk yang terbang kesana-kemari.. dunia ini begitu tak ada arti.


Ya Rabb, aku milik-Mu.. jangan kembalikan diriku kepadaku ...

Selasa, 01 September 2015

MENGALIRNYA PAHAM LGBT

Gempuran untuk melemahan kaum muslim dunia saat ini tak bisa dipungkiri dari berbagai lini, arus pemikiran yang menyesatkan hingga contoh perilaku yang tiada adab (biadab) makin nampak jelas berseliweran dihadapan kita, ilmu yang salah dan hilangnya adab dalam diri seorang muslim menjadi pemicu rusaknya peradaban dan ringkihnya kekuatan kaum muslimin yang seharusnya kokoh, salah satu hal yang menjadi masalah dunia muslim saat ini adalah tidak terbendungnya opini publik terkait LGBT (Lesbi, gay, biseksual dan transgender) arus pemikiran dari para pejuang kesetaraan gender dari kalangan penggiat HAM (hak asasi manusia) dan kalangan liberal ini semakin mengkhawatirkan saja.

Kaum muslim saat ini seperti dikembalikan pada zaman jahiliyah tiada cahaya Islam didalamnya, bahkan kaum liberal ekstrim terutama yang amat memperjuangkan kebebasan ini nyatanya benar-benar kebablasan dalam mengokohkan pemahamannya, hingga dipaksakan kepada siapapun, terutama kaum muslimin di dunia. tentu kalangan liberal ini sudah melakukan upaya penafsiran ulang terhadap ayat-ayat Al-qur’an yang mengecam praktik homoseksual yang dilakukan kaum luth, akan tetapi upaya mereka sangat sulit diterima akal sehat, karena begitu jelas maknanya. Tafsiran yang dilakukan oleh kalangan liberal ini jelas membentur tembok logika karena selama ribuan tahun praktik kejahatan homoseksual tidak pernah dibenarkan oleh agama Yahudi, Kristen, ataupun Islam. Selama itu pula manusia tetap manusia, hubungan sesama jenis sungguh menyimpang dari fitrah manusia, sebagai manusia. Pasangan manusia adalah manusia, pasangan hewan adalah hewan, seperti ayam jantan dengan ayam betina, begitu juga manusia maka  laki-laki dengan perempuan, inilah adab.

Di Indonesia sendiri, arus pemikiran LGBT terbawa pelan-pelan dari barat namun pasti, salah satu negara yang baru saja melegalkan pernikahan sesama jenis ini adalah Amerika serikat, negara yang banyak diklaim sebagai negara adidaya, negara yang amat menjunjung tinggi kebebasan, pernikahan sesama jenis dinegara ini sudah disahkan hampir diseluruh negara bagian dan dengan bangganya mendeklarasikan dan mengumumkan pada seluruh dunia, bahwa ini adalah sebuah kebebasan atas nama hak asasi manusia, mengalirlah opini publik ini di Indonesia, di Indonesia sendiri awal nya pemikiran LGBT masih awam para pelaku suka sesama jenis nampak masih malu-malu dan merasa takut, namun karena opini publik dan derasnya kekuatan yang militan dari para penggiat kesetaraan gender ini, munculah kekuatan besar hingga blak-blakan para homoseks dan lesbian menunjukan dirinya.

Pada tahun 2004, jurnal justisia yang diterbitkan oleh sejumlah mahasiswa fakultas syariah salah satu Universitas Islam disemarang, sudah secara terbuka menulis laporan utama dengan judul “ Indahnya kawin sesama jenis” , redaksi jurnal ini dengan tegas menulis ; “ hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai suatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun untuk melarang perkawinan sejenis sebab Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil dan kebablasan. Jika Tuhan dulu mengutus Luth untuk menumpas kaum homo karena mungkin bisa menggagalkan proyek Tuhan dalam penciptaan manusia (karena waktu itu manusia masih sedikit), maka sekarang Tuhan perlu mengutus “Nabi” untuk membolehkan kawin sejenis supaya sedikit mengurangi proyek Tuhan tersebut. Itu kalau Tuhan masih peduli dengan alam-Nya bagi kami jalan terus kaum homeseks. Anda dijalan yang benar”

Pernyataan yang sungguh memaksakan dan memperkosa ayat-ayat Allah, menafsirkan sekehendak akal dan tak menimbang dengan kacamata syariat yang benar. Logika dangkal yang dipakai kalangan liberal ini memang terlihat manis namun jelas menjerumuskan manusia, jika kita berpaham seperti ini maka jelas dimasa depan manusia justru akan musnah, para kalangan liberal ini seolah ingin melawan kehendak Allah sebagai pencipta mahkluk untuk beribadah hanya kepada-Nya.

Merembaknya pemikiran sesat terkait LGBT telah melanda banyak di negeri-negri yang berpenduduk muslim, bahkan semula homofobia (ketakutan berlebihan yang terus menerus dan tidak rasional terhadap lesbian dan gay) yang  dikatakan sebagai mental illnes, nampaknya sudah tak akan berlaku lagi, seperti yang dilakukan oleh pasangan psikolog gay Marshal dan hunter, mereka memberikan pedoman bagaimana para aktivis homoseksual memberikan propaganda untuk mengubah opini publik agar homoseksual dipandang normal. Tidak lagi sebagai “mental illnes” tetapi dipandang “sehat” dengan itu masyarakat akan menerima perilaku mereka sampai mendapatkan hak khusus , tunjangan dan hak istimewa.

Puncak keberhasilan kampanye LGBT adalah ketika berhasil dikeluarkannya homoseksual dari DSM (Diagnostic of statistic manual of mental disorder) DSM-1 yang disusun pada tahun 1952 oleh APA (American psyciatric assosiation) dan pada edisi kedua pada tahun 1968, masih memasukan homoseksual sebagai penyimpangan seksual. Homoseksua pertama kali dikeluarkan pada 15 agustus 1973, yang kemudian diganti dengan istilah Ego-distonic homosexuality pada DSM-III dukungan terhadap DSM semakin mengauat ketika pada 17 mei 1990, WHO mencabut kata “Homoseksualitas” dari International classification of deases (ICD) pada tahun 1994 APA mengeluarkan lagi DSM-IV yang akhirnya direvisi kembali menjadi DSM-IVTR (tex revision) pada tahun 2000, yang seluruhnya tidak ditemukan sama sekali homoseksualitas sebagai kelainan seksual.

Jika pada DSM-I dan DSM-II homoseksual masih dianggap sebagai “mental disorder” (gangguan kejiwaan) yang didukung oleh 90% anggota APA, maka pada DSM-IV  keadaan menjadi timpang dan amat tebalik ketika hanya tersisa 10% anggota APA yang mendukung homoseksual sebagai sebuah penyimpangan. dengan melakukan normalisasi homoseksual oleh berbagai kalangan maka penerimaan kelompok homoseksual oleh masyarakat bergerak menjadi kearah positif. Dunia menjadi terbawa kedalam dua opini kelompok homoseksual dan anti homoseksual atau kerap disebut dengan homophobia, mereka berlindung dibalik isu HAM maka kelompok yang menentang homoseksual diberikan stigma sebagai penindas HAM.


Jika kelompok homoseksual sudah dianggap normal, maka tak pelak lagi jika pada akhirnya homophobia akan dimasukan pada daftar penyakit “mental illnes” atau gangguan jiwa, bukan hanya homophobia saja yang dianggap sebagai penyakit jiwa tetapi juga “Bigotry” atau fanatik, termasuk terhadap agama yang dianggap sebagai salah satu faktor penyebab homophobia, akan diusahakan masuk juga dalam daftar kelainan jiwa. Hal inilah yang sedang diperjuangkan dan diupayakan oleh para psikolog liberal dan para penggiat HAM.

01 September 2015
referensi bacaan : "LGBT di Indonesia": Dr. Adian Husaini, INSIST, 2015