Selasa, 01 September 2015

MENGALIRNYA PAHAM LGBT

Gempuran untuk melemahan kaum muslim dunia saat ini tak bisa dipungkiri dari berbagai lini, arus pemikiran yang menyesatkan hingga contoh perilaku yang tiada adab (biadab) makin nampak jelas berseliweran dihadapan kita, ilmu yang salah dan hilangnya adab dalam diri seorang muslim menjadi pemicu rusaknya peradaban dan ringkihnya kekuatan kaum muslimin yang seharusnya kokoh, salah satu hal yang menjadi masalah dunia muslim saat ini adalah tidak terbendungnya opini publik terkait LGBT (Lesbi, gay, biseksual dan transgender) arus pemikiran dari para pejuang kesetaraan gender dari kalangan penggiat HAM (hak asasi manusia) dan kalangan liberal ini semakin mengkhawatirkan saja.

Kaum muslim saat ini seperti dikembalikan pada zaman jahiliyah tiada cahaya Islam didalamnya, bahkan kaum liberal ekstrim terutama yang amat memperjuangkan kebebasan ini nyatanya benar-benar kebablasan dalam mengokohkan pemahamannya, hingga dipaksakan kepada siapapun, terutama kaum muslimin di dunia. tentu kalangan liberal ini sudah melakukan upaya penafsiran ulang terhadap ayat-ayat Al-qur’an yang mengecam praktik homoseksual yang dilakukan kaum luth, akan tetapi upaya mereka sangat sulit diterima akal sehat, karena begitu jelas maknanya. Tafsiran yang dilakukan oleh kalangan liberal ini jelas membentur tembok logika karena selama ribuan tahun praktik kejahatan homoseksual tidak pernah dibenarkan oleh agama Yahudi, Kristen, ataupun Islam. Selama itu pula manusia tetap manusia, hubungan sesama jenis sungguh menyimpang dari fitrah manusia, sebagai manusia. Pasangan manusia adalah manusia, pasangan hewan adalah hewan, seperti ayam jantan dengan ayam betina, begitu juga manusia maka  laki-laki dengan perempuan, inilah adab.

Di Indonesia sendiri, arus pemikiran LGBT terbawa pelan-pelan dari barat namun pasti, salah satu negara yang baru saja melegalkan pernikahan sesama jenis ini adalah Amerika serikat, negara yang banyak diklaim sebagai negara adidaya, negara yang amat menjunjung tinggi kebebasan, pernikahan sesama jenis dinegara ini sudah disahkan hampir diseluruh negara bagian dan dengan bangganya mendeklarasikan dan mengumumkan pada seluruh dunia, bahwa ini adalah sebuah kebebasan atas nama hak asasi manusia, mengalirlah opini publik ini di Indonesia, di Indonesia sendiri awal nya pemikiran LGBT masih awam para pelaku suka sesama jenis nampak masih malu-malu dan merasa takut, namun karena opini publik dan derasnya kekuatan yang militan dari para penggiat kesetaraan gender ini, munculah kekuatan besar hingga blak-blakan para homoseks dan lesbian menunjukan dirinya.

Pada tahun 2004, jurnal justisia yang diterbitkan oleh sejumlah mahasiswa fakultas syariah salah satu Universitas Islam disemarang, sudah secara terbuka menulis laporan utama dengan judul “ Indahnya kawin sesama jenis” , redaksi jurnal ini dengan tegas menulis ; “ hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai suatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun untuk melarang perkawinan sejenis sebab Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil dan kebablasan. Jika Tuhan dulu mengutus Luth untuk menumpas kaum homo karena mungkin bisa menggagalkan proyek Tuhan dalam penciptaan manusia (karena waktu itu manusia masih sedikit), maka sekarang Tuhan perlu mengutus “Nabi” untuk membolehkan kawin sejenis supaya sedikit mengurangi proyek Tuhan tersebut. Itu kalau Tuhan masih peduli dengan alam-Nya bagi kami jalan terus kaum homeseks. Anda dijalan yang benar”

Pernyataan yang sungguh memaksakan dan memperkosa ayat-ayat Allah, menafsirkan sekehendak akal dan tak menimbang dengan kacamata syariat yang benar. Logika dangkal yang dipakai kalangan liberal ini memang terlihat manis namun jelas menjerumuskan manusia, jika kita berpaham seperti ini maka jelas dimasa depan manusia justru akan musnah, para kalangan liberal ini seolah ingin melawan kehendak Allah sebagai pencipta mahkluk untuk beribadah hanya kepada-Nya.

Merembaknya pemikiran sesat terkait LGBT telah melanda banyak di negeri-negri yang berpenduduk muslim, bahkan semula homofobia (ketakutan berlebihan yang terus menerus dan tidak rasional terhadap lesbian dan gay) yang  dikatakan sebagai mental illnes, nampaknya sudah tak akan berlaku lagi, seperti yang dilakukan oleh pasangan psikolog gay Marshal dan hunter, mereka memberikan pedoman bagaimana para aktivis homoseksual memberikan propaganda untuk mengubah opini publik agar homoseksual dipandang normal. Tidak lagi sebagai “mental illnes” tetapi dipandang “sehat” dengan itu masyarakat akan menerima perilaku mereka sampai mendapatkan hak khusus , tunjangan dan hak istimewa.

Puncak keberhasilan kampanye LGBT adalah ketika berhasil dikeluarkannya homoseksual dari DSM (Diagnostic of statistic manual of mental disorder) DSM-1 yang disusun pada tahun 1952 oleh APA (American psyciatric assosiation) dan pada edisi kedua pada tahun 1968, masih memasukan homoseksual sebagai penyimpangan seksual. Homoseksua pertama kali dikeluarkan pada 15 agustus 1973, yang kemudian diganti dengan istilah Ego-distonic homosexuality pada DSM-III dukungan terhadap DSM semakin mengauat ketika pada 17 mei 1990, WHO mencabut kata “Homoseksualitas” dari International classification of deases (ICD) pada tahun 1994 APA mengeluarkan lagi DSM-IV yang akhirnya direvisi kembali menjadi DSM-IVTR (tex revision) pada tahun 2000, yang seluruhnya tidak ditemukan sama sekali homoseksualitas sebagai kelainan seksual.

Jika pada DSM-I dan DSM-II homoseksual masih dianggap sebagai “mental disorder” (gangguan kejiwaan) yang didukung oleh 90% anggota APA, maka pada DSM-IV  keadaan menjadi timpang dan amat tebalik ketika hanya tersisa 10% anggota APA yang mendukung homoseksual sebagai sebuah penyimpangan. dengan melakukan normalisasi homoseksual oleh berbagai kalangan maka penerimaan kelompok homoseksual oleh masyarakat bergerak menjadi kearah positif. Dunia menjadi terbawa kedalam dua opini kelompok homoseksual dan anti homoseksual atau kerap disebut dengan homophobia, mereka berlindung dibalik isu HAM maka kelompok yang menentang homoseksual diberikan stigma sebagai penindas HAM.


Jika kelompok homoseksual sudah dianggap normal, maka tak pelak lagi jika pada akhirnya homophobia akan dimasukan pada daftar penyakit “mental illnes” atau gangguan jiwa, bukan hanya homophobia saja yang dianggap sebagai penyakit jiwa tetapi juga “Bigotry” atau fanatik, termasuk terhadap agama yang dianggap sebagai salah satu faktor penyebab homophobia, akan diusahakan masuk juga dalam daftar kelainan jiwa. Hal inilah yang sedang diperjuangkan dan diupayakan oleh para psikolog liberal dan para penggiat HAM.

01 September 2015
referensi bacaan : "LGBT di Indonesia": Dr. Adian Husaini, INSIST, 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar