Gempuran
untuk melemahan kaum muslim dunia saat ini tak bisa dipungkiri dari berbagai
lini, arus pemikiran yang menyesatkan hingga contoh perilaku yang tiada adab (biadab)
makin nampak jelas berseliweran dihadapan kita, ilmu yang salah dan hilangnya
adab dalam diri seorang muslim menjadi pemicu rusaknya peradaban dan ringkihnya
kekuatan kaum muslimin yang seharusnya kokoh, salah satu hal yang menjadi
masalah dunia muslim saat ini adalah tidak terbendungnya opini publik terkait LGBT
(Lesbi, gay, biseksual dan transgender) arus pemikiran dari para pejuang
kesetaraan gender dari kalangan penggiat HAM (hak asasi manusia) dan kalangan
liberal ini semakin mengkhawatirkan saja.
Kaum
muslim saat ini seperti dikembalikan pada zaman jahiliyah tiada cahaya Islam
didalamnya, bahkan kaum liberal ekstrim terutama yang amat memperjuangkan
kebebasan ini nyatanya benar-benar kebablasan dalam mengokohkan pemahamannya,
hingga dipaksakan kepada siapapun, terutama kaum muslimin di dunia. tentu
kalangan liberal ini sudah melakukan upaya penafsiran ulang terhadap ayat-ayat
Al-qur’an yang mengecam praktik homoseksual yang dilakukan kaum luth, akan
tetapi upaya mereka sangat sulit diterima akal sehat, karena begitu jelas
maknanya. Tafsiran yang dilakukan oleh kalangan liberal ini jelas membentur
tembok logika karena selama ribuan tahun praktik kejahatan homoseksual tidak
pernah dibenarkan oleh agama Yahudi, Kristen, ataupun Islam. Selama itu pula
manusia tetap manusia, hubungan sesama jenis sungguh menyimpang dari fitrah
manusia, sebagai manusia. Pasangan manusia adalah manusia, pasangan hewan
adalah hewan, seperti ayam jantan dengan ayam betina, begitu juga manusia maka laki-laki dengan perempuan, inilah adab.
Di
Indonesia sendiri, arus pemikiran LGBT terbawa pelan-pelan dari barat namun
pasti, salah satu negara yang baru saja melegalkan pernikahan sesama jenis ini
adalah Amerika serikat, negara yang banyak diklaim sebagai negara adidaya,
negara yang amat menjunjung tinggi kebebasan, pernikahan sesama jenis dinegara
ini sudah disahkan hampir diseluruh negara bagian dan dengan bangganya
mendeklarasikan dan mengumumkan pada seluruh dunia, bahwa ini adalah sebuah
kebebasan atas nama hak asasi manusia, mengalirlah opini publik ini di
Indonesia, di Indonesia sendiri awal nya pemikiran LGBT masih awam para pelaku
suka sesama jenis nampak masih malu-malu dan merasa takut, namun karena opini
publik dan derasnya kekuatan yang militan dari para penggiat kesetaraan gender
ini, munculah kekuatan besar hingga blak-blakan para homoseks dan lesbian
menunjukan dirinya.
Pada
tahun 2004, jurnal justisia yang diterbitkan oleh sejumlah mahasiswa fakultas
syariah salah satu Universitas Islam disemarang, sudah secara terbuka menulis
laporan utama dengan judul “ Indahnya kawin sesama jenis” , redaksi jurnal ini
dengan tegas menulis ; “ hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan
sejenis sebagai suatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami tiada alasan kuat
bagi siapapun dengan dalih apapun untuk melarang perkawinan sejenis sebab Tuhan
pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil dan
kebablasan. Jika Tuhan dulu mengutus Luth untuk menumpas kaum homo karena
mungkin bisa menggagalkan proyek Tuhan dalam penciptaan manusia (karena waktu
itu manusia masih sedikit), maka sekarang Tuhan perlu mengutus “Nabi” untuk
membolehkan kawin sejenis supaya sedikit mengurangi proyek Tuhan tersebut. Itu kalau
Tuhan masih peduli dengan alam-Nya bagi kami jalan terus kaum homeseks. Anda dijalan
yang benar”
Pernyataan
yang sungguh memaksakan dan memperkosa ayat-ayat Allah, menafsirkan sekehendak
akal dan tak menimbang dengan kacamata syariat yang benar. Logika dangkal yang
dipakai kalangan liberal ini memang terlihat manis namun jelas menjerumuskan
manusia, jika kita berpaham seperti ini maka jelas dimasa depan manusia justru
akan musnah, para kalangan liberal ini seolah ingin melawan kehendak Allah
sebagai pencipta mahkluk untuk beribadah hanya kepada-Nya.
Merembaknya
pemikiran sesat terkait LGBT telah melanda banyak di negeri-negri yang
berpenduduk muslim, bahkan semula homofobia (ketakutan berlebihan yang terus
menerus dan tidak rasional terhadap lesbian dan gay) yang dikatakan sebagai mental illnes, nampaknya
sudah tak akan berlaku lagi, seperti yang dilakukan oleh pasangan psikolog gay
Marshal dan hunter, mereka memberikan pedoman bagaimana para aktivis
homoseksual memberikan propaganda untuk mengubah opini publik agar homoseksual
dipandang normal. Tidak lagi sebagai “mental illnes” tetapi dipandang “sehat”
dengan itu masyarakat akan menerima perilaku mereka sampai mendapatkan hak
khusus , tunjangan dan hak istimewa.
Puncak
keberhasilan kampanye LGBT adalah ketika berhasil dikeluarkannya homoseksual
dari DSM (Diagnostic of statistic manual of mental disorder) DSM-1 yang disusun
pada tahun 1952 oleh APA (American psyciatric assosiation) dan pada edisi kedua
pada tahun 1968, masih memasukan homoseksual sebagai penyimpangan seksual. Homoseksua
pertama kali dikeluarkan pada 15 agustus 1973, yang kemudian diganti dengan
istilah Ego-distonic homosexuality pada DSM-III dukungan terhadap DSM semakin
mengauat ketika pada 17 mei 1990, WHO mencabut kata “Homoseksualitas” dari
International classification of deases (ICD) pada tahun 1994 APA mengeluarkan
lagi DSM-IV yang akhirnya direvisi kembali menjadi DSM-IVTR (tex revision) pada
tahun 2000, yang seluruhnya tidak ditemukan sama sekali homoseksualitas sebagai
kelainan seksual.
Jika
pada DSM-I dan DSM-II homoseksual masih dianggap sebagai “mental disorder” (gangguan
kejiwaan) yang didukung oleh 90% anggota APA, maka pada DSM-IV keadaan menjadi timpang dan amat tebalik
ketika hanya tersisa 10% anggota APA yang mendukung homoseksual sebagai sebuah
penyimpangan. dengan melakukan normalisasi homoseksual oleh berbagai kalangan
maka penerimaan kelompok homoseksual oleh masyarakat bergerak menjadi kearah
positif. Dunia menjadi terbawa kedalam dua opini kelompok homoseksual dan anti
homoseksual atau kerap disebut dengan homophobia, mereka berlindung dibalik isu
HAM maka kelompok yang menentang homoseksual diberikan stigma sebagai penindas
HAM.
Jika
kelompok homoseksual sudah dianggap normal, maka tak pelak lagi jika pada
akhirnya homophobia akan dimasukan pada daftar penyakit “mental illnes” atau
gangguan jiwa, bukan hanya homophobia saja yang dianggap sebagai penyakit jiwa
tetapi juga “Bigotry” atau fanatik, termasuk terhadap agama yang dianggap
sebagai salah satu faktor penyebab homophobia, akan diusahakan masuk juga dalam
daftar kelainan jiwa. Hal inilah yang sedang diperjuangkan dan diupayakan oleh
para psikolog liberal dan para penggiat HAM.
01 September 2015
referensi bacaan : "LGBT di Indonesia": Dr. Adian Husaini, INSIST, 2015
01 September 2015
referensi bacaan : "LGBT di Indonesia": Dr. Adian Husaini, INSIST, 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar