Sabtu, 11 Juli 2015

HAGEMONI MAKNA "GENDER"

Oleh : Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A. Ed, M. Phil*

tuhan dalam gender

Ketika makna suatu kata berganti dan berubah dari makna aslinya, maka boleh jadi karena adanya intrusi pandangan hidup asing (intrusion of worldview). Dapat pula disebabkan oleh pergeseran nilai dalam budaya pemegang makna itu.

Di Barat telah terjadi perubahan makna “gender” dari makna aslinya. Semua maknanya difahami umum sebagai jenis kelamin: maskulin dan feminim. Makna itu dalam webster’s New World Dictionary, New York: 1984, berubah menjadi perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Di sini bedanya bukan kelamin lagi, tapi sudah menjadi tingkah laku.

Dalam Encyclopedia of Women Studies, vol I, Helen Tierney mengartikan Gender bukan lagi perbedaan tingkah laku, tapi sudah menjadi suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (dinstinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang di masyarakat.

Sepakat dengan Helen Hilary M Lips, di tahun 1993 menulis, Sex and Gender: An Introduction. Di situ, Helen mengartikan gender menjadi harapan-harapan budaya (cultural expectation) terhadap laki-laki dan perempuan. Di sini realitas laki-laki dan perempuan sebagai obyek sudah hampir tidak penting.

Akhirnya “gender” resmi berbeda tajam dari kata sex. Sex digunakan secara umum untuk membedakan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologis, atau jenis kelamin. Maka sex meliputi perbedaan komposisi hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan sifat-sifat biologis lainnya. Gender digunakan untuk mengkaji asfek sisial, budaya, psikologis, dan asfek-asfek nonbiologis lainnya. (Linda L Lindsaey, Gender Roles: A Sociological Perspective, New Jersy, Prientice Hall, hal. 28).

Belum cukup dengan makna baru itu, Lindsey mengubah defenisinya. Gender yang telah menjadi suatu konsep itu menjelma lagi menjadi teori “Kajian Gender” (Gender Studies). Kajian gender adalah kajian yang berkaitan dengan ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan, di sini, apa itu laki-laki sudah tergantung kepada ketetapan masyarakat. Menambahkan konsep ini, Elaine Showlater (ed), dalam karyanya, Speaking of Gender menyatakan bahwa gender bukan hanya pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konsep sosial budayanya. Ia menekankan sebagai konsep analisis yang dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu. (Alaine Showlater [ed], Speaking of Gender, New York & London: Rouytledge, 1989, hal. 3).

Tren mengubah makna memang kerja orang-orang postmodern. Mulanya mereka sadar akan kemajemukan realitas, lalu ragu jika manusia mampu memahami realitas itu. Karena itu mereka hilangkan makna dan kebenaran universal. Makna segala sesuatu bisa dipasang copot bagaikan cincin pada jemari; dihilangkan konteknya; diputus hubungannya dengan makna lain. Jadi orang postmo itu sebenarnya tahu kebenaran, tapi bagi mereka, kebenaran kemudian itu akan berubah maknaya. Begitu pulalah dengan kasus makna kata gender.

Sejatinya, setiap kata mengandung makna, setiap makna mengandung konsep. Serangkaian atau jalinan konsep suatu dalam peradaban dapat membentuk suatu pandangan hidup atau worldview. Jika makna-makna dari konsep kunci dari peradaban atau worldview lain, maka peradaban itu akan didominasi oleh peradaban lain.


Kini, segelintir cendekiawan muslim telah mengubah konsep kunci dalam Islam. Demi menjustifikasi konsep gender, jumlah hak waris laki-laki dan wanita harus sama; karena kesetaraan gender fiqih dianggap maskulin; karena gender pula hadist-hadits tentang wanita yang negatif dianggap misoginis; untuk membela kesetaraan gender peranan suami dikalahkan oleh isteri atau disamakan. Jika ini terus terjadi maka masa hegemoni terhadap pemikiran umat semakin dahsyat.

*Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A. Ed, M. Phil, lahir di Gontor, 13 September 1958,. Saat ini menjadi pimpinan Redaksi Majalah ISLAMIA dan direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS),

Ramadhan ; Manifestasi rekonstruksi diri

Apa kabar ramadhan tahun ini? Iyakah bermekaran kuncup-kuncup nya menelurkan banyak mutiara perbaikan? Ataukah ianya mengalami kemerosotan karena gumpalan –gumpalan titik hitam maksiat yang tiap hari dilakukan dalam bilangan waktu? Semoga tidak  kawan.. moga berseminya amalan semakin menambah keikhlasan dalam mencapai ridho Allah semata, niatan yang lurus dan jernih atas dasar lillah karena melihat surga dimasa depan, inilah visi misi orang yang cerdas, karena pandangan nya mampu menembus yang “ghaib”, mata batin nya tertuju pada rumah yang abadi disana, di surga firdaus surga tertinggi nya orang-orang mukmin....

Apa kabar iman hari ini? Iyakah semakin berbau wangi ataukah berbau tak sedap seperti halnya air kotor dicomberan karena titik-titik riya dan ujub menutupinya? Ataukah meranum indah bak meronanya mawar di pagi hari dengan merah nya yang begitu bercahaya dipelupuk mata hati? Moga makin tumbuh rindang iman yang didasari atas aqidah yang tiada goyah dan berbelok didalam nya... moga keitiqomahan dalam tauhid menuntun pada yang abadi disana, lagi-lagi surga menjadi tujuan yang paling menyemangati...

Jikapun boleh jujur, ada banyak hal yang seakan terkikis akhir-akhir ini, fenomena yang kita rasa sudah tak asing lagi, ketika makna ramadhan pelan-pelan “menghilang” dari peredaran masyarakat kita saat ini, seakan tak ada lagi gendang takbir ditiap subuh dan waktu kumandang adzan menggema suara ceria sambutan ramadhan... seakan pelan-pelan memudar takbiran pada surau-surau kecil dipelosok desa, ramainya anak-anak memakai koko berlarian dengan obor tiap subuh dan magrib menjelang.. mengapa “ruh” gemerlap bahagia ramadhan tak seindah dulu... tak pelak lagi antrian di mall dan jalan raya lebih padat merayap ketimbang masjid dan langgar.. suara pujian lagu-lagu mengalahkan shallawat  yang memecah telinga... “Ruh” ramadhan telah hilang? Iyakah kita tak menyambut dan mengakhirnya dengan bahagia haru dan sedih atas kepergiannya??

Tidakkah kita merindui ramadhan yang amat syahdu itu, bulannya dinanti merana hati kala ia pergi, inginya ramadhan tiap hari karena pahala menanti didalam nya mengalir tanpa putus henti...

Betapa bahagianya jiwa saat tetap berkonsisten pada cahaya ramadhan, mengerti bahwa ramadhan bulannya perbaikan, bulannya berseminya iman, bulan dimana keberkahan berlipat timbangan... ya Rabbi, jadikan ramadhan ini menjadi ramadhan terbaik dari yang lalu, agar kami tak rasa pilu ketika ia segera berlalu...

Menjadikan ramadhan ajang rekonstruksi diri, menginsyafi segala iman yang compang-camping penuh duri, pembersihan jiwa hingga mencapai puncak insan kamil..


Rabbana atina fiyydunyaa hasanah,,, wa filakhirati hasanah waqina a’dza bannar ...