Istilah “Pluralisme” yang
sekarang tak asing lagi terdengar ditelinga kita, nampak amat menggiurkan bak
angin segar yang berada pada gemuruhnya panas dan debu yang bertabrakan,
nyatanya istilah itu amat dibanggakan dan diagungkan oleh sekelompok masyarakat
kita penggiat kebebasan, dan kesalahan dalam memahami toleransi menyikapi
perbedaan.
Pengertian
pluralisme begitu menohok dan ditelan mentah-mentah tanpa saring melalui ilmu
oleh sebagian orang muslim yang tergiur oleh pemikiran barat, seakan-akan yang
berasal dari barat adalah sebuah cermin peradaban yang amat sempurna lagi
cantik. Yang menjadi hangat dalam perbincangan para kaum yang mengaku sangat
toleran adalah tentang pluralisme agama. Dimana ia merupakan sebuah jalan
tengah sebagai pengakuan menuju Tuhan yang satu, namun jalan yang ditempuh
penuh inovasi dan berbeda.
Mengacu
pada Pluralisme Agama, yang dikemukaan oleh DR. Adian Husaini “Pluralisme Agama”
(Religius pluralism) adalah sebuah istilah khusus dalam kajian agama-agama.
Sebagai terminologi khusus, istilah ini tidak dapat dimaknai sembarangan, misalnya disamakan dengan istilah makna
“toleransi”, “saling menghormati” (mutual respect), dan sebagainya. Sebagai
paham (isme) yang membahas cara pandang terhadap agama-agama yang ada, istilah
“pluralisme agama” telah menjadi pembahasan panjang dikalangan para ilmuan dan
studi agama-agama (religius studies). Dan memang meskipun ada sejumlah definisi
yang bersifat sosiologis, tetapi yang menjadi perhatian para peneliti dan tokoh
agama adalah pluralisme yang meletakan kebenaran agama-agama sebagai kebenaran
relatif dan sebagian pemeluk pluralisme mendukung akan paham sikretisasi agama.
Bahaya
yang amat mengakar dari pemahaman ini ketika sudah menjangkiti pemikiran
seorang muslim adalah mengasumsikan bahwa semua agama didunia ini sama, tidak
heran jika nantinya ia akan berfikir Jalan menuju Tuhan meski berbeda-beda
namun ia tetap sah dan benar, ia akan mengatakan bahwa Agama adalah persepsi
manusia yang relatif terhadap Tuhan yang mutlak, artinya bagi setiap orang amat
dilarang mengklaim atau menganggap Agama nya lah yang paling benar dari Agama
lain. Atau menganggap Agama yang dianutnya adalah agama yang benar. Bahkan
Charles Kimball mengatakan agama yang jahat (evil) adalah agama yang mengklaim
kebenaran secara mutlak atas agamanya sendiri.
Paham
pluralisme agama, ternyata ia tidak hanya menyerbu pemikiran ia yang mengaku
muslim saja, bahkan seorang tokoh yahudi Franz Rosenweig, menyatakan bahwa
“agama yang benar adalah yahudi dan kristen, Islam hanyalah suatu tiruan dari
agama kristen dan yahudi”. Amat jelas terbaca bahwa tokoh yahudi tersebut
menganggap agama itu satu, hanya terpecah menjadi banyak jalan. Paham
pluralisme agama juga ditolak mentah-mentah oleh gereja katolik, dalam katolik “Yesus
Kristus adalah satu-satunya pengantar keselamatan Ilahi dan tidak ada orang
yang bisa ke Bapa selain melalui Yesus”.
Pada
era yang serba modernisasi ini, perkembangan pemikiran amat melesat jauh
layaknya Plurasime agama yang begitu dahsyat nya menjurus ke sela-sela
masyarakat kristen dan barat hal ini disebabkan setidaknya oleh beberapa hal
seperti, bentuk traumatik sejarah oleh gereja pada masa pertengahan serta
ditambah dengan adanya konflik antara khatolik dan protestan pada masa itu, selain
itu nampak pula adanya problema teologis kristen dan pada teks bibel yang
bermasalah. Sehingga ketika Geraja benar-benar berkuasa dimasa pertengahan para
tokoh gereja telah banyak membuat kekeliruan dan kekerasan yang akhirnya
semakin memicu konflik kekerasan lantas menimbulkan trauma masyarakat barat
terhadap klaim atas kebenaran pada agama tertentu.
Problema
yang teramat kompleks ini, ternyata diadopsi secara mentah oleh masyarakat
muslim yang taramat “silau” dan bangga atas peradaban barat yang maju, sehingga
terjadi kekeliruan dalam cara pandang dan mengikuti langkah-langkah yang salah.
Yang perlu kita cermati adalah paham pluralisme agama merupakan sebuah proyek
sitematik dan global yang membutuhkan anggaran dana begitu amat besar. Di
Indonesia sendiri pemahaman ini amat berkemabang secara pesat, karena tidak
dipungkiri bahwa aliran dana dari lembaga-lembaga masyarakat barat memang
menyokong dan mendukung dalam penyebaran pemahaman ini.
Didalam
Islam sendiri, amat jelas terdefiniskan makna tauhid itu, Allah berfirman dalam
QS. Ali-Imran : 85 “ Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat
termasuk orang-orang yang rugi”
Allah
swt, juga berfirman “sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah
Islam” (QS.Ali-Imran:19). Begitu gamblangnya Allah menjelaskan ayatnya, yang
lantas disusul pula dalam sabda Rasulullah bahwa “Islam adalah bahwasanya
engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad
adalah utusan Allah...” (HR. Muslim)
Dalam
konsep agama Islam mustahil sekali untuk menyatakan bahwa semua isme (paham)
atau agama adalah benar dan merupakan jalan yang sama-sama sah menuju Tuhan,
sebab pada faktanya ada perbedaan mendasar antara mengakui dan menerima
keberagaman beragama dengan mengakui kebenaran semua agama. Sebagai seorang
muslim yang Allah karuniakan akal tentu kita harus memilah secara cerdas mana
sebuah pemikiran yang batil dan layak dibuang dan mana yang benar sesuai
koridor hukum syara, jangan sampai karena “bangga” nya kita kepada kemajuan
barat lantas iman mudah sekali tergadai dan terjual atas nama kemaslahatan yang
disebut “toleransi”.
Wallahua’lam bishowab ..