Isu kesetaran
dan kebebasaan yang diperjuangkan kaum feminis merupakan konsep abstrak, bias dan absurd karena sampai saat ini para feminis sendiri belum
sepakat mengenai kesetaraan dan kebebasan seperti apa yang diinginkan kaum
perempuan. Terminlogi ”Feminis” sendiri memiliki beragam definisi berdasarkan
latar belakang sejarahnya.
Walaupun
pada awal kemunculanya feminisme tampak seperti gerakan reaktif terhadap
penindasan gereja, tetapi perkembangannya dikemudian hari memperlihatkan akar
dari gerakan ini adalah paham relativisme yang menganggap bahwa benar atau salah, baik atau buruk, senantiasa
berubah-ubah dan tidak bersifat mutlak, tergantung pada individu, lingkungan
maupun kondisi sosial.
Salah satu efek dari paham
relativisme yang dianut oleh kaum feminis, adalah menyuburkan praktik-praktik homoseksual di
dalam masyarakat, karena apa yang dulu dianggap salah,
kini dengan dalih penghormatan terhadap
HAM, telah berubah menjadi sebuah
kebenaran. Di Barat, pasangan lesbi kini
dapat menikah secara legal dan diakui oleh negara secara sah. Para feminis radikal berpendapat dominasi
laki-laki berpusat dari seksualitas, karena dalam hubungan heteroseksual,
perempuan menjadi pihak yang tersubordinarsi
Tetapi dengan menjadi lesbi, perempuan
memiliki kontrol yang sama dan tidak ada dominasi dalam hubungan seksual
diantara mereka . Hal itu tertuang dalam pernyataaan Charlotte Bunch (1978),
“The Lesbian is
most clearly the antithesis of patriarchy-an offense to its basic tenets. It is
woman-hating; we are woman-loving. It demans female obedience and docility; we
seek strenght, assertiveness, and dignity for women. It bases power and defines
roles on one’s gender and other physical attributes; we operate outside
gender-defined roles and seek a new basis for defining power and relationship”.
(Lesbian adalah
antitesis paling jelas dari patriarki yang menyerang doktrin dasarnya.
Patriarki adalah pembenci perempuan, sedangkan kami pencinta perempuan.
Patriarki menuntut kepatuhan dan kepasivan perempuan, kami mencari kekuatan,
keasertivan dan harga diri bagi wanita. Patriarki didasarkan atas kekuatan dan
pembagian peran sebuah jender dan atribut-atribut fisik lainnya, kami bekerja
diluar pembagian peran jender dan mencari fondasi baru untuk …. kekuatan dan
hubungan.)
Garnets berpendapat kaum lesbian pada umumnya
mengalami perasaaan bebas dari ikatan hambatan-hambatan peran jender. Pasangan
lesbian memiliki kemampuan untuk menciptakan pola hubungan baru dan dapat
mengurangi kekuatan yang tidak berimbang yang kadang ditemukan dihubungan
tradisional heteroseksual
Begitulah kira-kira pandangan para feminis
terhadap kaum lesbian. Ketika ajaran agama menentang dengan keras penyimpangan moral semacam itu, para aktivis
feminis justru menyuarakan dengan lantang pembelaan terhadap praktik lesbian
melalui tokoh-tokoh agama atas nama ’kebebasan“.
Gerakan feminis juga memunculkan
masalah-masalah sosial baru yang membuat peradaban Barat berada di ambang kehancuran. Isu
kebebasan telah membuat perzinahan
diakui sebagai hak individu dan negara
tidak boleh memberikan sangsi hukum bagi para pelakunya. Kaum perempuan Barat
banyak yang memilih untuk tidak menikah dan menganggap pernikahan sebagai
bentuk pengekangan terhadap kebebasan
mereka. Penemuan alat kontrasepsi dan dilegalkannya praktik aborsi telah
menjadikan perempuan barat terjerumus dalam pergaulan bebas tanpa takut resiko
memiliki anak di luar pernikahan. Bagi perempuan yang masih memiliki sedikit
hati nurani kemudian memilih untuk menjadi single parents walau konsekuensinya
anak-anak itu terlahir dan tumbuh tanpa mengenal sosok ayahnya. Saat ini,
eksploitasi terhadap kaum perempuan dan anak-anak semakin merajalela, yang
tidak pernah terjadi sebelumnya.
Gerakan feminis pada akhirnya telah
menjauhkan perempuan dari kehangatan sebuah keluarga. Kaum perempuan terlalu
sibuk mengejar karir dan bersaing dengan laki-laki untuk membuktikan eksistensi
mereka. Banyak dari mereka kemudian mengalami alienasi, depresi dan masalah
psikologis lainnya, karena melawan naluri dan kodrat sebagai perempuan.
Masyarakat Baratpun akhirnya tersadar dari kekeliruannya dan gerakan feminis
dituding sebagai biang kerok atas kehancuran moral yang menimpa kaum perempuan
sehingga gerakan ini berangsur-angsur surut dan
kini hanya tinggal wacana saja.
Melihat latar belakang sejarah,
konsep dan isu-isu feminisme, perempuan
di dunia Islam sebenarnya tak perlu silau oleh pemikiran-pemikiran kaum
feminis. Isu hak dan kesetaraan yang diagung-agungkan barat, muncul karena penolakan perempuan barat
terhadap dokrin gereja yang memarginalkan kaum perempuan selama berabad-abad. Doktrin gereja telah pengekangan hak-hak
perempuan untuk mengembangkan diri dan memiliki akses kepada pendidikan. Begitu juga dengan hak-hak
sipil perempuan yang terpinggirkan karena perempuan dipandang sebagai
masyarakat kelas dua. Tentunya hal-hal
tersebut tidak ditemui dalam ajaran dan doktrin-doktrin Islam. Agama
Islam sejak abad ke-7 M telah menepatkan perempuan dalam posisi yang
begitu mulia, seperti pendapat beberapa wanita Barat yang memeluk agama Islam
karena tertarik oleh keadilan dan kemuliaannya. Annie Besants berkata tentang
wanita Islam, ”Sesungguhnya kaum wanita dalam naungan Islam jauh lebih merdeka
dibandingkan dalam mazhab-mazhab lain. Islam lebih melindungi hak-hak wanita
daripada agama Masehi. Sementara kaum wanita Inggris tidak memperoleh hak
kepemilikan-kecuali sejak 20 tahun yang lalu-Islam telah memberikan sejak saat
pertama.”
Isu ”kebebasan” telah membuat
perempuan barat mengingkari kodrat mereka sebagai perempuan Melihat problematika sosial yang melanda
masyarakat Barat saat ini, terutama kaum perempuannya, sungguh naif jika masih
ada saja orang-orang yang menganggap bahwa feminisme dapat memberikan solusi bagi permasalahan perempuan di dunia Islam. Kita
sepatutnya merasa iba kepada Barat karena tanpa sadar mereka telah menjadi
korban ideologi yang merusak tatanan
sosial kemasyarakatan dan mencabut nilai-nilai religius dari peradaban mereka.
Dr. Dinar dewi kania
Tidak ada komentar:
Posting Komentar