Senin, 22 Juni 2015

Antara Ilmu Psikologi dan Berobat Jalan

Tiba-tiba mata sulit sekali terpejam, seperti ada gumpalan batu besar yang menahan dipelupuk mataku malam ini, malam ini malam ke lima ramadhan ku .. sendu sekali rasa hati saat sedang seperti ini, tengah malam sendiri, ada hanya suara jangkrik dan kodok setidaknya menjadi teman dalam kejombloan ku malam ini... tapi tidak papa aku adalah gadis yang memiliki gelar “jomblo terhormat” insya Allah.. hahha pede sekali sayaa ... ((dih ini apa siih kok bahas masalah jomblo)) ...

Yaahh entahlah, ada hal yang tidak terduga kadang dalam hidup kita yang harus menjadikan itu pilihan kita, banyak pilihan-pilihan yang kita sendiri dibuat bingung oleh pilihan-pilihan itu sendiri, jadi maksud tulisan ku ini adalah membahas tentang pilihan, iya pilihan hidup apa saja yang penting pilihan,, bahkan aku sendiri masih bingung terhadap pilihan hidupku mau kemana nantinya termasuk pilihan jodoh #nahhh lho kann.. hahaha

Kayaknya ini efek syndrom mahasiswa tingkat akhir, aku berasa jadi ga jelas gini, jadi suka lupa dan nyasar kemana-mana apa yang mau ditulis, sampe lupa kalau harus nulis skripsi -___- ughh parah pula ya aku ini...

Mungkin ini hikmah dari pilihan ku masuk jurusan psikologi, mungkin sembari mengobati ketidakjelasan dan ketidakwarasan pola pikirku,,, hahaha (emang gue gilaa???) enggaa Cuma rada ga waras aja #astagfirullah..

Masuk jurusan psikologi memang menarik, sangat menarik.. awalnya aku tertarik dengan ilmu psikologi, karena kupikir aku akan mudah membaca pikiran orang #biar ngalahin paranormal guys! Aahh tapii bohong... ketika masuk jurusan psikologi yang ada aku malah keblinger hahahaaa #tu kan jadi bisa berobat jalan masuk jurusan psikologi..

Bukan masalah lambat nya otakku mencerna pelajaran, bukan pula karena kedodolan ku dalam menerima apa yang disampaikan dosen, ya meskipun secara jujur itu menjadi salah satu alasan kenapa IPK aku ga pernah dapat cumilaut alias cumelaude diatas 5.00 ... -____-

Tapi memang berdasar pemahaman yang aku dapatkan selama kuliah, iya bisa dibilang banyak sekali kekeliruan ilmu yang aku dapat di dalam ilmu psikologi itu sendiri.. tapi kita harus mampu bedakan ilmu psikologi yang basis nya milik siapa? Milik “barat" atau milik ilmuan muslim?
Kita bisa lihat dari dua sisi, ilmu psikologi yang berdasar dari konsep ilmu peradaban barat ketika kita melihat dari cara pandang kita sebagai seorang muslim tentu akan kita temukan banyak ketimpangan dan kekeliruan didalam konsep ilmu itu sendiri (kok guweh mulai serius yaakk hahahaa)

Pengulangan tanpa pemikiran kembali terhadap teori-teori dari barat dan praktek dalam disiplin psikologi mungkin merupakan salah satu ancaman, yang paling serius terhadap status psikologi islam diantara sarjana muslim dan orang awam kita, para psikolog barat mengemukaan teori-teori tentang kepribadian, motivasi dan tingkah laku manusia yang dalam banyak hal bertentangan dengan Islam, teori-teori dan terapannya ditutupi dengan sampul yang menarik yaitu “ilmu pengetahuan” para psikolog muslim seperti halnya dengan koleganya dibelahan bumi lainnya mempunyai keinginan yang kuat untuk dikenal dibawah pani-panji yang berprestise, yaitu ilmu pengetahuan hingga dorongan ini membuat dari mereka untuk menerima begitu saja teori dan praktek yang sebenarnya tidak sesuai bila diterapkan dalam dunia Islam, sadar atau pun tidak asas dalam pembentukan teori psikologi barat telah keliru jika kita lihat dalam sudut pandang Islam.

Iya, kenapa bisa dibilang keliru? Jelas ketika pondasi berfikir dalam menemukan teori itu sudah salah, maka otomatis salah kaprah pula teori yang dibentuk darinya, terlebih hanya dalam masalah empiris saja yang  tentu keabsahan nya masih perlu dipertanyakan, memang dalam hal ini kita pun perlu mengakui tak semua ilmu psikologi dari barat bertentangan dengan Islam, disini kita harus bersikap bijak dalam memilih dan memilah mana yang sekiranya tak bertentangan dengan aqidah kita sebagai seorang muslim.

Sebagai contoh, pada umumnya para psikolog penganut aliran behaviorisme barat, mereka yang berorientasi pada eksperimen menyadari akan adanya pengaruh faktor kebudayaan dalam pembentukan tingkah laku subjek yang mereka pelajari, namun amat sedikit dan mereka yang menyadari peran komponen ideologi dan sikap yang datang dari kebudayaan mereka, dan kemudian memberi warna pada pemahaman dan pengamatan mereka terhadap subjek penelitian mereka ini artinya, mereka melandaskan penelitian hanya pada sisi empirime saja yang dilata belakangi oleh background sosiokultral mereka.

Psikolog barat yang berorentasi laboratorium dalam usahanya menunjukan sikap ilmiah akan menyangkal bahwa ada dogma, atau kepercayaan yang mempengaruhi konsep mereka tentang manusia, mereka akan mengatakan bahwa apa yang mereka dapatkan adalah akurat dan berdasarkan bukti-bukti pengalaman, bahkan mereka berusaha menunjukan sikap netral yang disertai dengan penghargaan terhadap keberadaan Tuhan, akan tetapi meskipun demikian mereka sbenarnya cenderung memperlakukan manusia sebagai hewan yang memiliki motivasi tunggal yaitu menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan sosial, jika kita terka lebih jeli maka artinya sudut pandang seperti ini adalah sudut pandang atheis, dimana sebuah ilmu psikologi tanpa jiwa yang mempelajari manusia yang juga tak berjiwa...

Kekeliruan dalam konsep pembentuka ilmu psikologi ini yang menjadi kesalahan ilmu turunan dan teori-teori yang berkembang dalam psikologi barat, psikologi barat tak lagi memiliki “ruh” ketika mengesampingkan dan membuag Pencipta dalam kaitannya dengan manusia sebagai mahluk yang diciptakan oleh Allah swt dalam worldview Islam.

Ini salah satu yang menjadikan aku makin keblinger setelah masuk jurusan psikologi -___- ada banyak hal lagi yang harus ku gali dan mendalami ilmu psikologi, iya setelah menceburkan diri dalam jurusan ini, semakin banyak PR dan ilmu yang harus aku raup.. dimana salah nya, apa yang harus kuambil dan kubuang.. serasa memiliki “beban moral” yang harus aku pertanggungjawabkan kepada ummat #eciyeehh .. bukan itu saja, pertanggung jawaban ku pada Allah lebih tepatnya, atas semua ilmu dan pengetahuan.. 

moga Allah ridho terhadap apa yang aku lakukan...

Detik—detik mulai ngantukk... jelang sahur....


Senin, 22/06/2015

Rabu, 03 Juni 2015

Feminisme dalam Timbangan

Isu kesetaran dan kebebasaan yang diperjuangkan kaum feminis merupakan konsep  abstrak, bias dan absurd karena  sampai saat ini para feminis sendiri belum sepakat mengenai kesetaraan dan kebebasan seperti apa yang diinginkan kaum perempuan. Terminlogi ”Feminis” sendiri memiliki beragam definisi berdasarkan latar belakang sejarahnya.

 Walaupun pada awal kemunculanya feminisme tampak seperti gerakan reaktif terhadap penindasan gereja, tetapi perkembangannya dikemudian hari memperlihatkan akar dari gerakan ini adalah paham relativisme yang menganggap bahwa  benar atau salah, baik atau buruk, senantiasa berubah-ubah dan tidak bersifat mutlak, tergantung pada individu, lingkungan maupun kondisi sosial.

            Salah satu efek dari paham relativisme yang dianut oleh kaum feminis, adalah  menyuburkan praktik-praktik homoseksual di dalam  masyarakat,  karena apa yang dulu dianggap salah, kini  dengan dalih penghormatan terhadap HAM,  telah berubah menjadi sebuah kebenaran.  Di Barat, pasangan lesbi kini dapat menikah secara legal dan diakui oleh negara secara sah.  Para feminis radikal berpendapat dominasi laki-laki berpusat dari seksualitas, karena dalam hubungan heteroseksual, perempuan menjadi pihak yang tersubordinarsi   Tetapi dengan menjadi lesbi, perempuan  memiliki kontrol yang sama dan tidak ada dominasi dalam hubungan seksual diantara mereka . Hal itu tertuang dalam pernyataaan Charlotte Bunch (1978),

“The Lesbian is most clearly the antithesis of patriarchy-an offense to its basic tenets. It is woman-hating; we are woman-loving. It demans female obedience and docility; we seek strenght, assertiveness, and dignity for women. It bases power and defines roles on one’s gender and other physical attributes; we operate outside gender-defined roles and seek a new basis for defining power and relationship”.

(Lesbian adalah antitesis  paling jelas dari  patriarki yang menyerang doktrin dasarnya. Patriarki adalah pembenci perempuan, sedangkan kami pencinta perempuan. Patriarki menuntut kepatuhan dan kepasivan perempuan, kami mencari kekuatan, keasertivan dan harga diri bagi wanita. Patriarki didasarkan atas kekuatan dan pembagian peran sebuah jender dan atribut-atribut fisik lainnya, kami bekerja diluar pembagian peran jender dan mencari fondasi baru untuk …. kekuatan dan hubungan.)

            Garnets  berpendapat kaum lesbian pada umumnya mengalami perasaaan bebas dari ikatan hambatan-hambatan peran jender. Pasangan lesbian memiliki kemampuan untuk menciptakan pola hubungan baru dan dapat mengurangi kekuatan yang tidak berimbang yang kadang ditemukan dihubungan tradisional heteroseksual

 Begitulah kira-kira pandangan para feminis terhadap kaum lesbian. Ketika ajaran agama menentang dengan keras  penyimpangan moral semacam itu, para aktivis feminis justru menyuarakan dengan lantang pembelaan terhadap praktik lesbian melalui tokoh-tokoh agama atas nama ’kebebasan“.

            Gerakan feminis juga memunculkan masalah-masalah sosial baru yang membuat peradaban Barat  berada di ambang kehancuran. Isu kebebasan  telah membuat perzinahan diakui sebagai hak individu  dan negara tidak boleh memberikan sangsi hukum bagi para pelakunya. Kaum perempuan Barat banyak yang memilih untuk tidak menikah dan menganggap pernikahan sebagai bentuk  pengekangan terhadap kebebasan mereka. Penemuan alat kontrasepsi dan dilegalkannya praktik aborsi telah menjadikan perempuan barat terjerumus dalam pergaulan bebas tanpa takut resiko memiliki anak di luar pernikahan. Bagi perempuan yang masih memiliki sedikit hati nurani kemudian memilih untuk menjadi single parents walau konsekuensinya anak-anak itu terlahir dan tumbuh tanpa mengenal sosok ayahnya. Saat ini, eksploitasi terhadap kaum perempuan dan anak-anak semakin merajalela, yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

            Gerakan feminis pada akhirnya telah menjauhkan perempuan dari kehangatan sebuah keluarga. Kaum perempuan terlalu sibuk mengejar karir dan bersaing dengan laki-laki untuk membuktikan eksistensi mereka. Banyak dari mereka kemudian mengalami alienasi, depresi dan masalah psikologis lainnya, karena melawan naluri dan kodrat sebagai perempuan. Masyarakat Baratpun akhirnya tersadar dari kekeliruannya dan gerakan feminis dituding sebagai biang kerok atas kehancuran moral yang menimpa kaum perempuan sehingga gerakan ini berangsur-angsur surut dan  kini hanya tinggal wacana saja.


            Melihat latar belakang sejarah, konsep dan isu-isu  feminisme, perempuan di dunia Islam sebenarnya tak perlu silau oleh pemikiran-pemikiran kaum feminis. Isu hak dan kesetaraan yang diagung-agungkan barat,  muncul karena penolakan perempuan barat terhadap dokrin gereja yang memarginalkan kaum perempuan selama berabad-abad.  Doktrin gereja telah pengekangan hak-hak perempuan untuk mengembangkan diri dan memiliki akses  kepada pendidikan. Begitu juga dengan hak-hak sipil perempuan yang terpinggirkan karena perempuan dipandang sebagai masyarakat kelas dua.  Tentunya hal-hal tersebut tidak ditemui dalam ajaran dan doktrin-doktrin Islam.  Agama  Islam sejak abad ke-7 M telah menepatkan perempuan dalam posisi yang begitu mulia, seperti pendapat beberapa wanita Barat yang memeluk agama Islam karena tertarik oleh keadilan dan kemuliaannya. Annie Besants berkata tentang wanita Islam, ”Sesungguhnya kaum wanita dalam naungan Islam jauh lebih merdeka dibandingkan dalam mazhab-mazhab lain. Islam lebih melindungi hak-hak wanita daripada agama Masehi. Sementara kaum wanita Inggris tidak memperoleh hak kepemilikan-kecuali sejak 20 tahun yang lalu-Islam telah memberikan sejak saat pertama.” 


            Isu ”kebebasan” telah membuat perempuan barat mengingkari kodrat mereka sebagai perempuan  Melihat problematika sosial yang melanda masyarakat Barat saat ini, terutama kaum perempuannya, sungguh naif jika masih ada saja orang-orang yang menganggap bahwa feminisme  dapat memberikan solusi bagi  permasalahan perempuan di dunia Islam. Kita sepatutnya merasa iba kepada Barat karena tanpa sadar mereka telah menjadi korban ideologi  yang merusak tatanan sosial kemasyarakatan dan mencabut nilai-nilai religius dari peradaban mereka.

Dr. Dinar dewi kania